FOKUSUPDATE.COM|RIAU - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyatakan dukungan penuh atas kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) soal kenaikan kewajiban alokasi fasilitas pembangunan kebun masyarakat dari 20% menjadi 30% kepada pemegang HGU. Hal ini dianggap, menjadi secercah harapan dalam arus panjang polemik tata kelola perkebunan sawit di Indonesia khususnya di Provinsi Riau yang tercatat sebagai daerah terbanyak konflik sawit.
" Peningkatan alokasi plasma dianggap sangat penting. Selama ini, alokasi plasma 20% pun sulit terpenuhi baik dari segi luasan maupun jumlah masyarakat penerima," ungkap Ketua SPKS, Sabarudin dalam keterangan, Selasa 20 Mei 2025.
Menurut dia, kebijakan ini semestinya menjadi acuan bagi lintas sektor bukan hanya Kementerian Pertanian atau Kehutanan, apalagi Kementerian ATR/BPN merupakan pemangku kebijakan dalam hal pertanahan. Ia juga menekankan, perlunya dilakukan audit pelaksanaan kewajiban alokasi fasilitas alias plasma terhadap pemegang HGU.
" Audit secara profesional dan transparan terkait alokasi plasma harus dilaksanakan. Di Provinsi Riau misalnya, terjadi banyak kasus atau konflik antara masyarakat dengan perusahaan sawit karena kewajiban alokasi plasma tidak dijalankan," imbuhnya.
Ahmad Rohani Tim Advokasi Petani Sawit di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau mengatakan, konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan sawit hingga saat ini terus terjadi. Ironisnya, kata dia lagi, diduga ada keterlibatan oknum yang mencicipi alokasi kewajiban plasma PT Karyaabadi Samasejati (KASS). Disisi lain, PT KASS yang perkebunannya di Kebun Pujud, Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir tidak sepenuhnya menjalankan kewajiban sebagai pemilik HGU.
" Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan Kementrian ATR/BPN harus turun mengaudit PT KASS. Masyarakat disana, yang menjadi petani sawit sedang memperjuangkan hak mereka jadi butuh kehadiran negara," pintanya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan komitmennya menindak tegas perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan kebun plasma sebanyak 30% dari luas lahan yang dikelola.
Ia menyebut masih banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelak dari tanggung jawab tersebut dengan alasan bahwa lahan plasma harus dicari di luar area HGU. Padahal, menurut Nusron, ketentuan jelas menyebutkan bahwa plasma merupakan bagian dari HGU.
“Kalau ada perusahaan yang nggak mau Plasma, akan kami tegur. Dan kalau nggak nurut juga, akan kami cabut HGU-nya. Ini aturan, bukan tawar-menawar,” tegas Nusron.
Menteri Nusron menegaskan, Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan warga sekitar melalui sistem kemitraan. Tak hanya menyediakan lahan, perusahaan yang mengajukan perpanjangan atau pembaruan HGU juga wajib membuktikan bahwa mereka telah menjalin kerja sama yang sehat dan berkeadilan dengan petani plasma.
" Petani sawit harus sejahtera khususnya masyarakat yang di wilayahnya terdapat perkebunan sawit. Intinya, kalau ada pengelola perkebunan sawit tidak patuh akan ditindak tegas," pungkasnya.
Redaksi : Indra